Jumat, 15 November 2019

Bagian 1 Janji Anak Laki-Laki Biasa


Tak terasa malam pun jatuh, di ujung malam menuju pagi yang dingin, hanya ada sedikit bintang malam ini, mungkin karena dia sedang kesepian. Dia itu Syamsul, Syamsul adalah anak ke-3 dari ke-4 bersaudara, kerja sebagai TKI di negeri jirang malaysia. Dia tulang punggung Keluarga, sejak ayahnya meninggal dan kakak-kakaknya menikah, dialah yang bertanggung jawab untuk menyekolahkan adik bungsu dan menghidupi ibunya.
            Sejak usia 7 tahun aku selalu melihatnya dengan penuh keresahan, Setiap pagi dia harus di pukuli oleh ayahnya karena kemalasannya bangun pagi, Sering kali diusianya itu,aku juga sering melihatnya melakukan pekerjaan, yang harusnya orang dewasa kerjakan. Ayahnya adalah orang keras dan disiplin, ini dikarenakan latar belakang ayahnya yang juga dididik dengan keras dan disiplin dari orang tuanya, hingga hal yang sama pula di berlakukan untuk anaknya dengan harapan, agar supaya syamsul memiliki sikap yang sama dengan ayahnya. Ini pun berpengaruh dengan sikap Syamsul setiap harinya, minuman keras dan rokok bukanlah hal asing bagi dirinya.
            Meskipun seorang TKI, Syamsul juga merupakan lulusan SMP. Namun tidak bisa menikmati indahnya masa SMA, karena harus diberi pilihan oleh ayahnya antara Sekolah atau tetap merokok.*kamu mau tetap merokok atau sekolah?* dengan tekanan suara lantang ayahnya memberikan pilihan. Saat itu mereka berdua saling berhadapan, masing-masing menggunakan kursi plastik warna biru, diperantarai dengan meja kuning dengan sebuah asbak diatasnnya. *Aku lebih memilih ngerokok ayah* menjawab sambil tertunduk. Indahnya buaian masa remaja membuat Syamsul lebih memilih tetap merokok di banding sekolah. Ku lihat raut kecewa di wajah ayahnya, sambil meneteskan air mata, ayahnya menaikkan tangan ke kepala syamsul yang sedang menunduk ketakutan dengan berkata *kalau itu pilihanmu nak, maka siapa yang bisa menolak, dan ingat laki-laki sejati tidak boleh menyesali pilihannya*lalu berangjak dari tempat duduk. Aku bisa melihat kekecewaan ayahnya saat itu, yang membuatku mengerti bahwa betapapun kerasnya seorang maka tetap memiliki kelembutan hati yang tidak bisa dia sembunyikan.
            Keesokan paginya aku melihat ayah Syamsul dibawah kolom rumahnya sambil memegang cangkul dengan sebilah parang dipinggangnya. *Sul..Syamsul.. Waktunya ke kebun pagi ini, akan ku ajarkan apa yang anak tidak sekolah harus lakukan*ayahnya teriak dibawah kolom rumah. dan Tak lama kemudian syamsul pun mungcul dari atas rumah, karena kelamaan ayahnya pun marah dan mendaratkan ranting kelor sepanjang 1,5 M tepat diatas betisnya, tentu syamsul kesakitan. Namun bukan itu, tiba-tiba ayah syamsul memegani dadanya seolah sulit untuk bernafas, lututnya pun perlahan roboh satu-persatu dengan sigap syamsul memegani ayahnya dan meminta bantuan untuk menaikkan ke atas rumah. Dibaringkallah ayahnya diatas kasur, diberi pertolongan hingga akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya didalam pelukan sang istri.
            Aku tidak menyangka, bagaimana bisa orang sekeras dia bisa mati dengan mudahnya, ku lihat syamsul sangat terpuruk dan ibunya sangat shock saat itu. Bagaimana tidak?kedua kakaknya telah menikah dan punya kehidupannya masing-masing, tentunya sekarang hanya ada Dia(syamsul), Ibu, dan adik bunsunya. Sekilas kulihat dia resah, saat itu bisa dalam hatinya mungkin bertanya*Apa sekarang?, Bagaimana Sekarang?* menggelengkan kepala seolah tak percaya bahwa semua ini terjadi begitu cepatnya, sesekali kulihat air matanya menetes, bibirnya mengerut, wajahnya memerah,sesekali pula ia terlihat seperti menguatkan diri seolah berkata pada dirinya sendiri semua akan baik-baik saja.
            3 hari setelahnya masa berkabung telah usai, kulihat didepan rumah syamsul ada yang datang, rupanya dia adalah seorang pengusaha pembuat gula merah datang menawarkan kerjaan sebagai buruh kepada syamsul yang saat itu masih berusia 17 tahun. Tentu saja ibunya menolak, aku melihat matanya memerah dan berangjak dari tempat duduknya sambil berkata *masa depan anakku masih panjang, aku tak mungkin membiarkan dia tidak menikmati masa mudanya* syamsul pun berdiri dan memegang bahu ibunya seolah memberi isyarat untuk duduk kembali, kemudian berkata* ia tante, saya akan ikut bekerja dengan tante, besok saya siap memulai kerja*,* okelah, besok saya tunggu, kamu hanya perlu membawa keperluan pribadimu saja, soal makan nanti tante yang menanggung diluar dari gaji* jawab wanita itu. Lalu permisi untuk berpamitan pergi.
            Malam itu syamsul bersiap-siap, seolah masih tidak terima ibunya datang menghampiri syamsul sambil membelai kepalanya *sebenarnya apa yang kamu pikirkan nak? Ibu masih sanggup mengcarikan nafkah untuk kamu dan adikmu, mengapa kamu melakukan semua ini* sambil menangis dan meneteskan air mata. Dengan tersenyum syamsul pun meraih tangan ibunya dan mengenggam dengan kuatnya sambil berkata lirih * tentu aku tidak terima jika harus diberi hidup yang seperti ini ma, aku juga tidak mau melakukan ini,dan aku juga tidak meminta untuk hidup seperti ini, tapi ini sudah tanggung jawabku mama. Mama masih ingatkan? 3 hari yang lalu aku dan ayah pergi berkebun bersama* perlahan menenangkan ibunya dia melanjutkan. *hari itu aku tidak tau, rasanya memang ada yang berbeda, aku tidak pernah merasa sedekat dengan ayah setelah hari itu. Aku habis memetik buah coklat dan dia memintaku untuk mengdekat dan mengatakan
” Usiamu sudah 17 kan..?” tanyanya
 “Iya Ayah’,jawabku
“kamu sudah dewasa sekarang, Rasanya baru kemarin”. Sambil tersenyum
“Ayah ini kenapa sih, ngak biasanya?”heranku
“Ayah boleh tidak minta tolong ke kamu?” dengan muka serius dan menatapku.
“Apa itu ayah bilang saja?”sambungku
“Alhamdulillah, Begini saat ini ayah sudah sangat tua, mungkin umur ayah tidak lama lagi, ditambah lagi ayah yang sudah sakit-sakitan begini, ayah Cuma mau minta 3 hal jikalau suatu saat terjadi sesuatu sama ayah..(perlahan menarik nafas karena ayah mengidap asma)
1. Tolong jaga dan sayangi ibumu seperti aku selalu menjaga dan menyayanginya setiap saat;
2. Tolong jangan menikah sebelum adikmu mendapat serendah-rendahnya ijazah SMA;
3. Soal warisan maka percayakan kepada ibumu.
Bisakan!!”. Lanjutnya. Sejenak aku diam dan mencoba mengcairkan suasana.
“ayah ngawur sih” saat itu aku benar-benar tidak tahu apa maksud ayah mengatakan hal itu, tapi setelah kedua orang tadi itu datang rasanya aku mengerti kenapa ayah meminta hal itu, jadi mama seharusnya mengerti”. Ibu syamsul hanya bisa menangis sambil memeluk syamsul dengan bangga,*ibu bangga sama kamu nak,makasih sudah mau memilih mama sebagai ibumu* tangisan haru pun mewarnai malam itu.
            Jadi dimulai malam itu syamsul mulai mengenggam tekad dalam dirinya bahwa dia akan menepati janji kepada ayahnya, dengan usaha yang keras dan doa yang hebat dari ibunya,dari buruh pembuat gula merah, menjadi pengusaha gula merah sendiri,

 
Tampan Kelor Blogger Template by Ipietoon Blogger Template